Monday, February 29, 2016

Macam macam sensor dan aktuator pada mobil elektronic fuel injection (EFI)


MACAM MACAM SENSOR PADA MOBIL INJEKSI (EFI)

Pada mobil-mobil keluaran pabrikan sekarang sudah menggunakan mesin jenis EFI (Electrical Fuel Injection) dimana dengan sistem tersebut banyak sekali sensor-sensor sebagai tempat inputan data ke Otak Mesin (ECU – Electrical Control Unit). Berikut nama-nama sensor tersebut :

1.    Throtle Position Sensor ( TPS ), adalah sensor yang digunakan untuk mengetahui posisi pedal gas dalam keadaan tertekan atau bebas. Jika ditekan/digas maka valuenya besar dan jika tidak ditekan valuenya kecil.
 




2.    Manipold Absolute Pressure ( MAP ), sensor yang digunakan untuk mengetahui kondisi kevacuuman intake manipold. Sensor ini akan mengeluarkan pulsa tegangan besar jika kevacuuman intake manipold berkurang ( pedal gas diinjak ) atau sebaliknya.






3.    Air Flow Sensor ( AFS ), adalah sensor yang digunakan untuk mengetahui banyak sedikitnya udara yang akan masuk ke dalam intake manipold. Biasanya sensor ini dipasang sesudah filter udara dan akan memberikan pulsa tegangan semakin besar jika udara yang melewatinya semakin banyak atau sebaliknya. Sensor ini ada yang meneybutnya AFM ( Air flow meter ) atau juga MAF ( Mass Air Flow ).

 

 

4.    Intake Air Temperature Sensor ( IAT ), adalah sensor yang digunakan untuk mengetahui suhu udara masuk ke intake manipold, semakin dingin suhu udara masuk maka akan semakin besar pulsa tegangan yang dikirimkan ke ECU, sehingga supllai bensin ke injector juga semakin besar.



5.    Idle Air Control ( IAC ), adalah part yang mendeteksi/mengendalikan suplai udara ke intake manipold pada saat putaran idle ( langsam ). Sensor ini bisa beerupa solenoid, motor listrik atau bekerja sesuai dengan suhu air pendingin. Dibeberapa sistem kendaraan sering disebut Idle Speed Control ( ISC ) atau juga Idle Step Motor.


 

6.    Injector, adalah perangkat electronic yang diperintah oleh ECU untuk membuka /menutup katup electronic sehingga bensin bisa menyemprot ke silinder.





7.    Crankshaft Position Sensor ( CKP ), sensor yang mendeteksi adanya putaran mesin. Jika sensor ini dipasang dekat dengan poros nok/katup, disebut Camshaft Position Sensor ( CMP ). Kedua sensor tersebut disamping berfungsi untuk mengetahui adanya putaran mesin juga berfungsi untuk mengendalikan sistem pengapian mesin tersebut.


 

8.    Coolant Temperature Sensor ( CTS ) atau Water Temperature Sensor (WTS) adalah sensor untuk mengetahui kondisi suhu air pendingin. Semakin dingin suhu air pendingin maka semakin banyak bensin yang disemprotkan ke silinder.

 

9.    Top Dead Center Sensor ( TDC ) adalah sensor yang digunakan untuk mengetahui titik mati atas silinder nomor satu. Hal ini biasanya digunakan untuk menentukan firing order ( FO ).






10.    Vehicle Speed Sensor ( VSS), adalah sensor untuk mengetahui kecepatan kendaraan, biasanya dihubungkan dengan poros output transmisi.


 

Pengertian Tentang Sistem Pengapian Konvensional

SISTEM PENGAPIAN KONVENSIONAL






Sistem Pengapian Konvensional Dan Bagian-bagiannya - Motor pembakaran dalam menghasilkan tenaga dengan jalan membakar capuran udara dan bahan bakar di dalam silinder. Pada motor bensin, loncatan bunga api pada busi diperlukan untuk menyalakan campuran udara dan bahan bakar yang telah di kompresikan oleh piston di dalam silinder. Sedangkan pada motor diesel udara dikompresikan dengan tekanan yang tinggi sehingga menjadi sangat panas, dan bila bahan bakar di injeksikan ke dalam silinder, maka akan terbakar secara serentak.

Karena pada motor bensin proses pembakaran di mulai oleh loncatan bunga api pada busi, maka diperlukan suatu sistem yang berfungsi menghasilkan loncatan bunga api pada busi, untuk beberapa metode diperlukan untuk menghasilkan arus tegangan tinggi yang diperlukan untuk proses pembakaran. Sistem pengapian (ignition sistem) pada automobile berfungsi untuk menaikkan tegangan baterai menjadi 10KV atau lebih dengan mempergunakan ignition coil dan kemudian oleh distributor di bagi bagi ke busi melalui kabel tegangan tinggi.

Sistem pengapian konvensional adalah salah satu sistem pengapian baterai pada motor bensin yang masih menggunakan platina untuk memutus hubungkan arus primer koil, yang nantinya bertujuan untuk menghasilkan induksi tegangan tinggi pada kumparan skunder yang akan disalurkan ke masing masing busi.

Sistem pengapian konvensional setidaknya bagian bagiannya sebagai berikut :
a. Baterai
Menyediakan arus listrik tegangan rendah (biasanya 12 volt) untuk ignation coil.

b. Ignition Coil
Menaikan tegangan yang di terima dari baterai menjadi tegangan tinggi yang diperlukan untuk pengapian di dalam silinder. Lebih spesifiknya ignition coil berfungsi untuk merubah arus listrik 12 volt yang diterima dari baterai menjadi tegangan tinggi (10 KV atau lebih) untuk menghasilkan loncatan bunga api yang kuat pada busi.



c. Distributor
Berfungsi membagikan (mendistribusikan) arus tegangan tinggi yang dihasilkan (dibangkitkan) oleh kumparan skunder pada ignation coil ke busi pada tiap-tiap selinder sesuai dengan firing order (urutan pengapian).



Bagian-bagian tersebut terdiri dari:
- Cam (nok)
Membuka Kontak point platina (breaker point) pada sudut crankshaft (poros engkol) yang tepat untuk masing masing silinder
- Breaker point (platina)
Berfungsi Memutuskan hubungkan arus listrik yang mengalir melalui kumparan primer (arus primer) dari ignation coil, yang bertujuan untuk menghasilkan induksi tegangan tinggi pada kumparan skunder ignition coil, yang diperlukan untuk pengapian di masing masing silinder.
 - Capasitor (condensor)
Menyerap lompatan bunga api yang terjadi antara breaker point (pada platina) pada saat membuka dengan tujuan menaikan tegangan coil skunder.
- Centrifugal Governor advancer
Berfungsi untuk memajukan saat pengapian sesuai dengan pertambahan putaran mesin. Bagian ini terdiri dari governor weight dan governor spring.
- Vacuum Advancer
Memajukan atau mengundurkan saat pengapian sesuai dengan beban mesin (vacuum Intake manifold) yang bertambah atau berkurang.
- Rotor
Membagikan arus listrik tegangan tinggi yang di hasilkan oleh ignation coil ke tiap-tiap busi.
- Distributor Cap
Berfungsi membagikan arus listrik tegangan tinggi yang telah dibangkitkan di kumparan skunder dari rotor ke kabel tegangan tinggi untuk masing- masing selinder sesuai dengan urutan pengapian.


d. Kabel tegangan tinggi
Mengalirkan arus listrik tegangan tinggi dari ignition coil ke busi. Kabel tegangan tinggi harus mampu mengalirkan arus listrik tegangan tinggi yang dihasilkan oleh ignition col ke busi busi melalui distributor tanpa adanya kebocoran. Oleh sebap itu penghantar (core) dibungkus dengan insulator karet yang tebal untuk menghindari adanya kebocoran arus listrik tegangan tinggi. Insulator karet tersebut, kemudian dilapisi oleh pembungkus (sheath).


e. Busi
Berfungsi untuk mengeluarkan arus listrik tegangan tinggi menjadi loncatan bunga api melalui elektrodanya. Arul listrik tegangan tinggi dari distributor menimbulkan bunga api dengan temperatur tinggi di antara elektroda tengah dan massa dari busi untuk menyalakan campuran udara dan bahan bakar yang sebelumnya telah di kompresikan.






Perkembangan Teknologi Common-Rail

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI COMMON RAIL

Common Rail merupakan salah satu sistem bahan bakar pada kendaraan dengan bahan bakar solar. Teknologi ini ’mirip’ dengan sistem injeksi pada kendaraan bensin yang lebih dikenal dengan istilah EFI (Electronic Fuel Injection).
Common Rail diambil nama dari penggunaan pipa kecil sebagai penampung bahan bakar yang disebut dengan Rail. Pipa ini disebut juga dengan pipa pembagi bahan bakar. Bahan bakar pada rail/pipa pembagi bahan bakar ini, disediakan oleh pompa bahan bakar tekanan tinggi. Pada pipa ini tekanan bahan bakar yang ada dijaga hampir selalu tetap. Bahan bakar ini disediakan untuk disemprotkan oleh injektor elektronik pada masing-masing ruang bakar silinder. Dengan demikian diharapkan jumlah penginjeksian bahan bakar akan menjadi optimal baik jumlah maupun ketepatan waktunya.
Mesin yang menggunakan system yang mirip Common Rail telah digunakan pada aplikasi industri laut dan lokomotif sudah lama. Sekitar tahun 1942 Cooper Bessemer-GN-8 adalah contoh dari mesin diesel hidrolik yang beroperasi dengan Common Rail, dan dikenal juga sebagai Common Rail modifikasi.

 
sumber: http://www.powerzoneequipment.com
Gambar  1.   Cooper Bessemer JS-8-GDT

Doxford Engine Ltd. menggunakan sistem Common Rail (1921-1980) dengan sebuah pompa bahan bakar multi-silinder reciprocating yang menghasilkan tekanan sekitar 600 bar, dengan bahan bakar yang disimpan dalam botol akumulator.



Gambar  2.  Pompa Multi Silinder Reciprocating

 
sumber: http://www.broedrene-gram.dk
Gambar  3.  Pompa Multi Silinder Reciprocating

Kontrol tekanan dicapai dengan pompa. Pada camshaft dioperasikan katup waktu mekanis untuk menggerakkan pegas. Pada awalnya mesin memiliki sepasang nok waktu, satu untuk depan dan satu untuk bagian belakang. Kemudian mesin memiliki dua injektor per silinder. Pada mesin seri terakhir dari tekanan konstan turbocharger dilengkapi dengan empat injektor per silinder. Sistem ini digunakan untuk injeksi dari kedua minyak diesel dan minyak bakar berat yang dipanaskan sampai suhu sekitar 130 °C.
Common Rail system yang digunakan saat ini dimulai dengan pembuatan prototype pada akhir tahun 60-an oleh Mr. Hiber di Switzerland. Kemudian Mr. Ganser dari Swiss Federal Institute of Technology (Eidgenössische Technische Hochschuele – ETH) Zürich memfokuskan diri dalam masalah Common Rail ini.
Secara intensif prototype Common Rail dibuat pada 1990-an dengan kolaborasi antara Magneti Marelli dari Italia, Centro Ricerche Fiat (Fiat Group) dan Elasis (Fiat Group). Setelah penelitian dan pengembangan oleh Fiat Group, desain diakuisisi oleh perusahaan Jerman Robert Bosch GmbH untuk penyelesaian pembangunan dan perbaikan untuk produksi massal.
 
sumber: http://www.goo-net-exchange.com
Gambar  4. Hino Rising Ranger

Penggunaan pertama yang berhasil di dalam kendaraan produksi dimulai di Jepang pada pertengahan 1990-an. Dr Shohei Itoh dan Masahiko Miyaki dari Perusahaan Denso, sebuah produsen otomotif Jepang bagian, mengembangkan sistem kereta api bahan bakar umum untuk kendaraan berat dan mengubahnya menjadi penggunaan praktis. sistem common-rail ECD-U2 mereka pasang padatruk Hino Raising Ranger dan dijual untuk penggunaan umum pada tahun 1995.Denso mengklaim sebagai sistem komersial pertama yang menggunakan rail tekanan tinggi. Common Rail engines dipakai juga pada kapal laut dan lokomotive.


 
sumber: http://www.jsae.or.jp/
Gambar 5.  Sistem Common Rail pada ECD – U2

Pada sistem ini sistem penginjeksian bahan bakarnya sudah menggunakan injeksi awal dan injeksi utama. Pembukaan katub injektor pada saat injeksi awal volumenya sangat sedikit, sehingga bahan bakar yang diinjeksikan juga sangat sedikit. Kenaikan tekanan pada awal pembakaran ini diklaim akan mereduksi produksi NOx, kebisingan proses pembakaran dan getaran mesin. Juga akan mempermudah starter dan menaikkaan efisiensi bahan bakar.
Selanjutnya mulai tahun 1997 Robert Bosch GmbH mulai memproduksi untuk dipakai pada kendaraan penumpang. Mobil penumpang pertama yang menggunakan sistem Common Rail adalah tahun 1997 Model Alfa Romeo 1562.4JTD, dan kemudian pada tahun yang sama Mercedes-Benz C 220 CDI.

 
sumber: http://en.wikipedia.org
Gambar  6.  Fiat Alfa Romeo 156 2.4 JTD


 
sumber: www.parkers.co.uk
Gambar  7.  Mercedes Benz C220 CDI

Dengan adanya krisis minyak bumi dan emisi, maka sejak tahun 1990 an, mulai banyak yang mengadopsi Common Rail system, misalnya Fiat (dikenal sebagai JTD, dipakai pada Fiat Panda), Alfa Romeo dan Volvo.

Pengertian tentang Sistem Mesin Diesel Common-Rail

MESIN DIESEL COMMON-RAIL

A.     Pendahuluan
     Selama ini mesin Diesel memiliki image atau dikenal digunakan pada kendaraan niaga dengan suara mesin  yang keras dan asap knalpotnya pekat, berbau dan kotor. Hal itu adalah mesin  Diesel hasil produksi masa lalu. Dengan terus dikembangkannya teknologi mesin Diesel, sejak tahun 1997 di Eropa sudah banyak kendaraan sedan kecil bermesin Diesel modern. Suara mesinnya halus seperti mesin  bensin, nyaman dipakai, kecepataannya tinggi,  konsumsi pemakaian bahan bakar ekonomis dan ramah lingkungan, bahkan pemakaian konvertor katalitis jenis oksidasi, yang mengubah karbon monoksida (CO) dan hydro¬carbons (HC) dari gas buang, adalah alat-alat perlengkapan standar pada mesin Diesel modern. Saat ini kendaraan bermesin Diesel modern sudah mulai banyak di jalanan negara kita Indonesia.
Mesin Diesel putaran tinggi injeksi langsung yang modern menggunakan Sistem Common-Rail, yaitu  sistem injeksi bahan bakar yang mengurai ke dalam atom bahan bakar dengan cukup sempurna melalui tekanan injeksi yang tinggi pada  injektor bahan bakar. Komponen utama dari sistem common-rail adalah injektor, yang terdiri dari dua jenis: injektor katup solenoid dan injektor piezo inline yang baru, yang diperkenalkan tahun 2004.




B.    Penggunaan dan Desain Sistem Common-Rail
Sistem injeksi bahan bakar common-rail untuk mesin Diesel injeksi langsung (Direct Injection atau DI) dipergunakan pada kendaraan berikut ini :
 •     Mobil-mobil penumpang, mesin 3-silinder yang sangat ekonomis dengan volume silinder  800 cc,  daya keluar 30 kW (41 HP), momen putar 100 Nm, dan konsumsi bahan bakar 3,5 liter/100 km sampai dengan mesin 8-silinder pada mobil sedan mewah dengan volume silinder (displacement) sekitar 4 liter,  daya keluar 180 kW (245 HP), dan momen putar 560 Nm.
 •        Truk ukuran kecil dengan mesin yang menghasilkan daya sampai 30 kW/silinder, dan
 •    Truk ukuran besar, kereta api lokomotif, dan kapal laut dengan mesin yang menghasilkan daya sampai sekitar 200 kW/silinder.
Sistem common-rail adalah sistem yang sangat fleksibel untuk menyesuaikan injeksi bahan-bakar ke mesin (engine). Hal ini dapat dicapai dengan :
 •     Tekanan injeksi tinggi sampai sekitar 1600 bar, dan pada masa depan sampai 1800 bar.
 •      Tekanan injeksi diadaptasi ke kondisi kerja (200-1800 bar).
 •        Awal injeksi yang bervariasi.
 •   Kemungkinan dari beberapa peristiwa pra injeksi dan injeksi sekunder (bahkan kondisi injeksi sekunder yang terlambat).
 Sistem common-rail umum terdiri dari kelompok komponen utama berikut :
 •       Tahap  tekanan rendah,  meliputi komponen sistem pengaliran bahan bakar.
 •    Sistem tekanan tinggi,  meliputi komponen seperti pompa tekanan tinggi, rel bahan bakar, injektor, dan saluran bahan bakar tekanan tinggi.
 •    Kontrol Diesel Elektronik (Electronic Diesel Control atau EDC),  terdiri dari modul sistem, sensor, unit kontrol elektronik dan aktuator.
Komponen pokok dari sistem common-rail adalah injector, disatukan dengan katup aksi cepat (actuator katup solenoid atau piezo) yang membuka dan menutup nosel, komponen ini mengontrol proses injeksi untuk masing-masing silinder. Semua injektor dilayani oleh rel bahan bakar umum (common-rail), inilah yang menjadi asal dari istilah "common-rail”.

 
Gambar 1. Modul Sistem Unit Kontrol Mesin dan Sistem Injeksi Bahan Bakar Common-Rail

C.    Konsep Operasi
Pada sistem common-rail, fungsi dari pembangkitan tekanan dan penginjeksian bahan-bakar adalah terpisah. Tekanan injeksi dihasilkan independen dari kecepatan putar mesin dan jumlah bahan bakar yang disemprotkan. Pada kontrol diesel elektronik (EDC) mengontrol setiap komponen.

1.     Pembangkitan Tekanan
Pembangkitan tekanan dan injeksi bahan-bakar dipisahkan atas pertolongan volume akumulator. Bahan bakar di bawah tekanan disediakan pada volume akumulator dari common-rail siap untuk injeksi. Pompa tekanan tinggi bekerja terus-menerus yang diputar oleh mesin menghasilkan tekanan injeksi yang diinginkan. Tekanan pada rel bahan bakar dipelihara tanpa tergantung dengan putaran mesin atau kuantitas bahan bakar yang diinjeksikan. Pompa tekanan tinggi adalah pompa piston radial. Perhatikan gambar 2 berikut:
 a. Kontrol tekanan pada sisi tekanan tinggi  dengan cara mengaplikasikan katup kontrol tekanan untuk mobil penumpang.
 b.Kontrol tekanan pada sisi isap dengan unit metering yang disambungkan ke pompa tekanan tinggi (untuk mobil penumpang dan kendaraan komersial).
 c.Kontrol tekanan pada sisi isap dengan unit metering dan kontrol tambahan dengan katup kontrol tekanan (untuk mobil penumpang).
  
        1   Pompa tekanan tinggi
        2   Saluran masuk bahan bakar
        3   Pengembalian bahan bakar
        4    Katup kontrol tekanan
        5    Rel bahan bakar
        6    Sensor tekanan rel
        7     Sambungan injektor
        8  Sambngan  pengmbalian bahan bakar
        9     Katup relief tekanan
       10   Unit metering
      11   Katup kontrol tekanan





2.     Kontrol  Tekanan
a.     Kontrol Pada Sisi Tekanan Tinggi
Pada sistem mobil penumpang, tekanan rel yang diperlukan dikontrol pada sisi tekanan tinggi oleh sebuah katup kontrol tekanan (gambar 2a, 4 ). Bahan bakar tidak diperlukan untuk pengembalian aliran injeksi ke sirkuit tekanan rendah melalui katup kontrol tekanan.
Kontrol pada sisi tekanan tinggi diadopsi pada sistem common-rail yang pertama. Katup kontrol tekanan dipasang terutama pada rel bahan bakar. 

b.     Kontrol Aliran Bahan Bakar Pada Sisi Isap
Cara lain pengontrolan tekanan rel adalah untuk mengontrol aliran bahan bakar pada sisi isap (Gambar 2b). Unit metering (10) yang disambungkan pada pompa tekanan tinggi memastikan bahwa pompa mengalirkan kuantitas bahan bakar yang tepat ke rel bahan bakar agar memelihara tekanan injeksi yang diperlukan oleh sistem. Jika terjadi kesalahan, katup relief tekanan (9 ) mencegah tekanan rel melebihi batas maksimum.

c.     Sistem Dua-Aktuator
Sistem dua-aktuator (Gambar 2c) mengombinasikan kontrol tekanan pada sisi isap melalui unit metering dan kontrol pada sisi tekanan tinggi melalui katup kontrol tekanan, dengan demikian menggabungkan keuntungan dari kontrol sisi tekanan tinggi dan kontrol aliran bahan bakar sisi isap.

3.     Injeksi Bahan-Bakar
Injektor menyemprotkan bahan bakar secara langsung ke dalam ruang bakar mesin. Injektor dilayani oleh aliran bahan bakar tekanan tinggi yang pendek yang dihubungkan dengan rel bahan bakar. Unit kontrol mesin mengontrol katup switching yang diintegrasikan pada injektor untuk membuka dan menutup nosel injektor. Waktu buka injektor dan tekanan sistem menentukan kuantitas bahan bakar yang dialirkan. Pada tekanan tetap, kuantitas bahan bakar yang dialirkan sebanding dengan waktu switching dari katup solenoid. Oleh sebab itu, tidak tergantung dengan kecepatan putar mesin atau pompa (berdasar waktu injeksi bahan bakar).

4.     Daya Hidrolik Yang Potensial
Tekanan injeksi maksimum saat ini 1600 bar dan pada masa depan akan meningkat menjadi 1800 bar. Sistem common-rail menghasilkan emisi gas buang yang rendah dengan memperkenalkan peristiwa awal-injeksi atau peristiwa banyak injeksidan juga memperlemah suara pembakaran.  Peristiwa banyak injeksi sampai dengan lima per siklus injeksi dapat dibangkitkan dengan menggerakkan secara cepat katup tombol beberapa kali.  Gerakan menutup jarum nosel dilakukan secara hidrolis untuk memastikan bahwa akhir dari injeksi adalah cepat.

5.     Pengaturan dan Kontrol
a.     Konsep Operasi
Unit kontrol mesin mendeteksi posisi pedal akselerasi dan status operasi mesin dan kendaraan atas bantuan sensor. Data yang dikumpulkan meliputi :
 •         Derajat sudut dan kecepatan crankshaft
 •         Tekanan rel bahan bakar
 •         Tekanan udara pengisian
 •         Udara isap, suhu pendingin, dan suhu bahan bakar
 •         Massa udara (isap)
 •         Kecepatan kendaraan, dsb.
Unit kontrol elektronik mengevaluasi sinyal masuk. Sinkron dengan pembakaran,  unit kontrol elektronik menghitung sinyal trigger untuk katup kontrol tekanan atau unit metering, injektor, dan  aktuator lain (misalnya katup EGR, aktuator turbocharger gas buang, dsb.). Waktu switching injektor, yang seharusnya singkat,  dapat dicapai dengan  menggunakan katup switching tekanan tinggi dan sebuah sistem kontrol spesial.
Sistem derajat sudut/waktu membandingkan waktu injeksi, berdasarkan data dari sensor crankshaft dan camshaft,  dengan keadaan mesin  (kontrol waktu). Kontrol elektronik diesel  (EDC)  membolehkan metering yang presisi dari kuantitas bahan bakar yang diinjeksikan.

b.     Fungsi Dasar
Fungsi dasar melibatkan kontrol presisi waktu injeksi bahan-bakar Diesel dan kuantitas bahan bakar pada tekanan referensi. Dengan cara ini, mereka memastikan bahwa mesin Diesel mempunyai karakteristik konsumsi bahan bakar yang rendah dan putaran mesin yang halus.

c.     Fungsi Koreksi
Sejumlah fungsi koreksi mampu untuk mengkompensasi toleransi antara sistem injeksi bahan-bakar dan mesin, yaitu :
 •         Kompensasi aliran injektor
 •         Kalibrasi tanpa aliran
 •         Kontrol keseimbangan bahan bakar
 •         Adaptasi aliran rata-rata.

d.     Fungsi Tambahan
Penambahan fungsi kontrol open-and closed-loop memiliki tugas mereduksi emisi gas buang dan konsumsi bahan bakar atau meningkatkan keselamatan dan kenyamanan.  Beberapa contoh adalah :
 •         Kontrol dari resirkulasi gas buang
 •         Kontrol tekanan naik
 •         Kontrol penjelajahan
 •         Immobilizer elektronik, dsb.
Mengintegrasikan EDC pada sistem kendaraan secara keseluruhan membuka sejumlah peluang baru, misalnya pertukaran data dengan kontrol  transmisi atau sistem pengaturan suhu AC.

6.     Konfigurasi Unit Kontrol
Secara normal unit kontrol mesin maksimum mempunyai hanya delapan langkah output untuk injektor, mesin lebih dari delapan silinder dipasang dengan dua unit kontrol mesin, yang dipasangkan pada jaringan ‘master/slave’ melalui high¬speed CAN interface. Maka digunakan juga microcontroller yang berkapasitas lebih tinggi. Beberapa fungsi dialokasikan secara tetap pada unit kontrol spesifik (misalnya kontrol keseimbangan bahan bakar). Yang lain dapat dialokasikan secara dinamis ke satu atau unit kontrol lainnya sesuai dengan keadaan yang dituntut (misalnya untuk mendeteksi sinyal sensor).

Daftar Pustaka :

1.   Bohner, Max, Fachkunde Kraftfahrzeugtechnik, Verlag Europa Lehrmittel, Nourney, Vollmer GmbH & Co., Duesslberger Strasse 23, 42781 Hanan-Gruiten, 27 Auflage 2008.
2.     -------------------, Diesel Fuel-Injection System Common-Rail, Robert Bosch GMBH, Stuttgart, 2005.

Pengertian Tentang Continously Variable Transaxle (CVT)

Mengenal Continously Variable Transaxle (CVT)


Continuously Variable Transaxle (CVT) telah dikembangkan untuk  lebih meningkatkan kenyamanan dan penghematan bahan bakar dan juga memudahkan pengemudi untuk mengendaraai kendaraan.
 Kendaraan dengan menggunakan CVT  akan mencapai akselerasi dengan cepat dan halus disetiap tingkat percepatan (akselerasi). CVT menggabungkan Torque converter dengan mekanisme CVT yaitu dengan sabuk baja dan pulley.
Perbandingan gigi (gear ratio) dikontrol secara otomatis dan kontinyu dari posisi kecepatan rendah sampai kecepatan tinggi, tanpa ada kejutan-kejutan perpindahan gigi akibat dari akselerasi.


Sistem diagram CVT.
    

Gambar 2. Sistem diagram CVT.



Prinsip peningkatan kinerja dan penghematan bahan bakar dengan CVT.
•    Rasio gigi pada CVT dapat terus menerus yang bervariasi, sehingga kendaraan dapat digerakkan dalam efisiensi bahan bakar yang tinggi sepanjang waktu, sehingga hemat bahan bakar.

 
Gambar 3. Grafik Rasio gigi pada CVT.

•    Gambar dibawah ini menunjukkan diagram perbandingan kinerja dari AT dan CVT ketika throttle terbuka penuh. Ada penurunan kecepatan kendaraan  pada saat terjadi perpindahan gigi pada AT, pada CVT tidak terjadi penurunan kecepatan.
 

Gambar 4. Diagram perbandingan kinerja AT dan CVT.

Ada kejutan-kejutan pada saat perpindahan gigi pada AT.

 
Gambar 5. Grafik perpingahan gigi pada AT dan CVT.

Keuntungan menggunakan transmisi otomatis tipe CVT adalah:
  •   Revolusi mesin rendah pada kecepatan konstan, 
  • Control emisi meningkat  / konsumsi bahan bakar lebih hemat. 
  •  Noise dan getaran rendah. 
  •  Akselerasi halus. 
  • Fleksibel pengendalian di jalan-jalan pegunungan.
Perbandingan transmisi otomatis konvensional (AT) dengan continuously variable transmission (CVT). Pada gambar variogram di bawah tampak beberapa perbedaan sebagai berikut :
1.    Pada transmisi otomatis konvensional (AT), tampak jelas jeda tiap-tiap   tingkatan percepatan dan maksimal 6 rasio (tingkat kecepatan gigi), bahkan kurang. Dengan CVT, seluruh rasio dari Low sampai tingkat over drive tidak terjedakan seperti yang ditunjukkan pada gambar.

 
Gambar 6. Variogram AT dan CVT.
•    Titik pergeseran dari kedua transmisi berkaitan dengan pembukaan throttle valve. Karena throttle lebih berfariasi pembukaannya, up-shifts terjadi pada kecepatan mesin yang lebih tinggi. Dengan konvensional transmisi jelas bahwa kecepatan mesin turun kembali ketika beralih ke gigi yang lebih tinggi. ini tidak terjadi pada CVT, CVT akan up-shift pada kecepatan mesin konstan.
 
Gambar 7. CVT.

 
Gambar 8. Komponen CVT.

Kesimpulan.
•    Rasio gigi pada CVT dapat terus menerus yang bervariasi, sehingga kendaraan dapat digerakkan dalam efisiensi bahan bakar yang tinggi sepanjang waktu, sehingga hemat bahan bakar.
•    Pada transmisi otomatis konvensional (AT), tampak jelas jeda tiap-tiap   tingkatan percepatan dan maksimal 6 rasio (tingkat kecepatan gigi), bahkan kurang. Dengan CVT, seluruh rasio dari Low sampai tingkat over drive tidak terjedakan seperti yang ditunjukkan pada gambar.

Daftar Pustaka.
1.    VEDC, 1990, Servis Mobil, VEDC Malang Automotif Departeman, Vocational Education  Development Center Malang Indonesia.
2.    Bosch Tecniche Unterrictung, Elektrotechnik, Robert Bosch, Stuttgart.
3.    Europa Lehrmitel 2012, Kraftfarhrzeugtechnik, VERLAG EUROPA LEHRMITEL Nourney, Vollmer GmbH & Co.KG

Emisi gas buang dan permasalahannya

EMISI GAS BUANG DAN PERMASALAHANNYA

Kendaraan bermotor telah lama menjadi salah satu sumber pencemar udara di banyak kota besar dunia, gas-gas beracun dari jutaan knalpot setiap harinya menimbulkan masalah serius di banyak negara tak terkecuali Indonesia, kendaraan berbahan bakar bensin menjadi salah satu sumber pencemar udara terbesar melebihi industri dan rumah tangga.  Erwin (2006) menyebutkan bahwa polusi udara dari kendaraan bermotor, pembangkit tenaga listrik, industri dan rumah tangga menyumbang 70 % dengan komposisi kuantitas karbonmonoksid(CO) 99 %, hidrokarbon(HC) sebanyak 89 %, dan oksida nitrogen(Nox) sebanyak 73 % serta partikulat lainnya yang meliputi timah hitam,sulfur oksida dan partikel debu.
Sugiarto (2006) menyatakan bahwa dari data WHO sekitar 3 juta orang meninggal karena polusi udara setiap tahun atau sekitar 5 %  dari 55 juta orang meninggal setiap tahun di dunia.  1,5 juta orang yang meninggal sebelum waktunya terjadi di kota-kota Asia, kehidupan yang produktif diperpendek oleh masalah kesehatan yang disebabkan menghirup udara yang kotor.
Komite penghapusan bensin bertimbal menyebutkan bahwa pada tahun 2002 Jakarta merupakan kota nomor 3 terpolusi di dunia setelah Mexico dan Bangkok.  Sugiarto (2006), Ubaydillah (2009) menyatakan bahwa kota Mexico dan Bangkok sudah tidak masuk dalam katagori 5 besar kota terpolusi di dunia, 5 kota terpolusi dari 15 kota terpolusi di dunia terdapat di Asia urutan kota-kota tersebut adalah no.1. Katmandu, Nepal, no.2. New Dehli, India, no.3. Jakarta, Indonesia no.4. Chongqing China, no.5. Calcutta, India, sepertiga dari pencemaran karbondioksida(CO) di dunia dikeluarkan dari daerah ini.
Sudrajad  (2005)  menyatakan  data  Indeks  Standar  Pencemaran  Udara (ISPU) hasil pemantauan kualitas udara di 10 kota di Indonesia, melalui 33 stasiun dan 9 stasiun bergerak(mobil pemantau udara) terdapat beberapa kota yang diketahui masuk dalam kategori tidak sehat yakni Jakarta (26 titik), Semarang (1 titik), Surabaya (3 titik), Bandung (1 titik), Medan (6 titik), Pontianak (16 titik), Palangkaraya (4 titik), dan Pekan Baru (14 titik).  Satu lokasi di Jakarta yang diketahui merupakan daerah kategori sangat tidak sehat berdasarkan pantauan lapangan.
Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor yang semakin meningkat dengan berbagai merk dan tipe akan meningkatkan konsumsi pemakaian bahan bakar minyak dan menimbulkan efek pencemaran udara, kenaikan konsumsi BBM sangat wajar jika melihat data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyatakan jumlah penjualan kendaraan bermotor meningkat cukup signifikan sejak empat tahun terakhir.
Jumlah kendaraan di Indonesia berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia mulai tahun 2009 sampai dengan 2012 menunjukkan adanya kenaikan jumlah kendaraan yang luar biasa.
Tabel data jumlah kendaraan bermotor di Indonesia

Data  Badan Pusat Statistik Republik Indonesia.
Melihat permasalahan tersebut maka sudah menjadi suatu keharusan bagi pemerintah dan industri kendaraan bermotor serta masyarakat di Indonesia untuk menyadari sedini mungkin efek bahaya yang ditimbulkan oleh polutan emisi gas buang dan secara bersama-sama mengupayakan suatu tindakan bagaimana agar udara yang terhirup bisa berkurang dari pencemaran yang diakibatkan oleh polutan emisi gas buang serta ramah lingkungan.
Proses pembakaran motor bensin yang terdiri atas unsur  bensin (Heptane C7H16 dan Iso Oktana C8H18 ) dengan udara ( O2, N2, dan unsur yang lain) akan menghasilkan emisi gas buang yang meliputi Hidrokarbon (HC), Carbon Monoxid (CO), Carbon Dioxid (CO2), Nitrogen Oxid (NOx) Tetra Ethyl Lead/Timah Hitam (Pb),dan Sulfur/belerang (SO2) serta bahan partikulat yang lainnya. (Spuller, 1987. Petter, 1989. Robert, 1993.)

Adapun karakteristik dari emisi gas buang adalah :
A. HC atau Hidrokarbon
Hidrokarbon(HC) merupakan unsur senyawa bahan bakar bensin, HC yang ada pada gas buang adalah dari senyawa bahan bakar yang tidak terbakar habis dalam proses pembakaran motor, HC diukur dalam satuan ppm (part permillion) (Robert, 1993.  Weller, 1989.  Spuller, 1987.).  Hidrokarbon total yang ada di atmosfir menunjukkan korelasi yang positif dengan kepadatan lalu lintas, kebanyakan hidrokarbon yang dilepas adalah metan.
Hidrokarbon merupakan gas toxid bagi manusia, hidrokarbon yang bersifat karsinogenik dapat berbahaya karena hidrokarbon didalam udara mengalami reaksi foto kimia sehingga dapat berubah menjadi gas yang lebih berbahaya dari pada asalnya (menjadi peroxiasetil nitrat, keton, dan aldihida) sehingga hidro karbon pada konsentrasi yang sedang sampai tinggi dapat menyebabkan gangguan kesehatan terutama pada selaput lendir, mata, hidung dan tenggorokan dan jika terakumulasi dalam waktu yang agak lama hidrokarbon juga berpotensial menyebabkan penyakit kanker. (Spuller, 1987. Petter, 1989. Robert, 1993. Soemirat, 2004 )
Hidrokarbon yang tinggi dapat disebabkan gangguan pada sistem pengapian, misalnya kabel busi yang jelek, koil yang jelek, busi yang jelek, saat pengapian terlalu maju serta tekanan kompresi yang rendah, sehingga dengan adanya gangguan tersebut diatas akan mengakibatkan pembakaran yang tidak sempurna dan menghasilkan emisi HC yang besar.
     B. CO atau Karbonmonoksid
        Karbonmonoksid(CO)  merupakan  senyawa  gas  beracun yang  terbentuk akibat pembakaran yang tidak sempurna dalam proses kerja motor, gas CO merupakan gas yang relatif tidak stabil dan cenderung bereaksi dengan unsur lain, CO dapat diubah dengan mudah menjadi karbon dioksida(CO2) dengan bantuan sedikit oksigen dan panas, CO diukur dalam satuan % pervolume atau dalam ppm tetapi dalam industri otomotif sesuai dengan alat ukur yang digunakan sering diukur dalam satuan % per volume (Spuller, 1987. Weller, 1989. Robert, 1993, Anonymoys,1994)
Karbonmonoksid(CO) akan menyebabkan berkurangnya kemampuan darah dalam menyerap oksigen yang dibutuhkan organ tubuh yang sangat vital yakni otak, paru dan jantung serta jaringan tubuh, akibat dari adanya kandungan CO dalam aliran darah (karena kestabilan karboksimoglobin kira-kira 140 kali kestabilan oksimoglobin sehingga darah akan lebih mudah mengikat CO daripada O2 yang secara otomotis fungsi darah sebagai pengangkut oksigen untuk bagian vital tubuh menjadi terganggu). CO pada kadar konsentrasi yang rendah sampai sedang akan dapat menimbulkan efek penyakit Cardiovascular effect (adanya ancaman kesehatan akibat menghirup CO dalam konsentrasi rendah) serta ancaman yang serius bagi penderita penyakit jantung seperti angina, clogged arteries, sedangkan efek menghirup CO pada konsentrasi sedang sampai tinggi dapat menyebabkan langsung gangguan pada penglihatan, kemampuan konsentrasi dalam bekerja, kesulitan dalam menyelesaikan rangkaian tugas, dalam konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan kematian (Spuller, 1987, Petter, 1989, Robert, 1993, Wardana ,2001, Soemirat, 2004 ).
Kadar CO yang besar diakibatkan oleh perbandingan campuran antara bahan bakar bensin dan udara tidak sesuai, dimana kandungan bensin terlalu banyak, tetapi disini walaupun kandungan bahan bakar bensin terlalu banyak tetapi masih dapat terbakar sehingga menghasilkan emisi CO yang besar, CO besar dapat disebabkan oleh kesalahan dalam penyetelan karburator sehingga homogenitas campuran menjadi jelek, filter udara yang kotor juga akan mengurangi jumlah udara yang masuk kedalam silinder.
     C. NOx atau Nitrogen Oksid
Adalah unsur dari Nitrgen Oksida (NO) dan Nitrogen Oksida (NO2) tetapi dalam dunia otomotif sering dinyatakan dalam NOx saja, NOx juga merupakan senyawa gas beracun yang ditimbulkan dari proses pembakaran yang tidak sempurna serta juga diakibatkan oleh suhu pembakaran diruang bakar yang cukup tinggi (Spuller, 1987. Weller,1989. Robert, 1993)
NOx adalah gas toksid bagi manusia, efek yang terjadi tergantung pada dosis serta lamanya pemaparan yang diterima seseorang, pada konsentrasi berkisar 50 – 100 ppm dan terpapar dalam waktu beberapa saja orang dapat terkena peradangan paru-paru, pada fase ini orang masih sembuh kembali dalam waktu 6 hingga 8 minggu, pada konsentrasi 150 – 200 ppm dapat menyebabkan pemampatan broncholi dan disebut bronchilitis fibrosis obliterns, orang dapat meninggal dunia dalm waktu 3 – 5 minggu setelah  pemaparan, konsentrasi 500 ppm dapat mematikan dalam waktu 2 – 10 hari.(Wakdbott, GeorgeL. 1973 dalam Soemirat, 2004)

    D. Pb atau Timah Hitam
Timah hitam(Pb) merupakan senyawa beracun yang terkandung dalam bahan bakar bensin dengan tujuan untuk menaikkan angka oktan bensin sehingga pada waktu pembakaran dalam proses kerja motor tidak mudah terjadi detonasi atau knocking (Spuller, et, al.  1987).  Timah hitam adalah neurotoksin racun penyerang syaraf bersifat akumulatif yang dapat merusak pertumbuhan otak pada anak-anak. Pada saat ini kandungan Pb/timbal dalam premium masih ada walaupun dalam kandungan yang sangat kecil ( 0,013 gr/l) untuk premium tanpa timbal dan 0,3 gr/l untuk premium dengan timbal, data dari Pertamina (Anonymoys,2014)
Studi mengungkapkan bahwa dampak timah hitam sangat berbahaya pada anak-anak karena berpotensi menurunkan tingkat kecerdasan (IQ), selain itu timah hitam (Pb) sebagai salah satu komponen polutan udara mempunyai efek toksit yang luas pada manusia dan hewan dengan mengganggu fungsi ginjal, saluran pencemaan, sistem saraf pada remaja, menurunkan fertilitas, menurunkan jumlah spermatozoa dan meningkatkan spermatozoa abnormal serta aborsi spontan. (Anonymous, 2001)
Timah hitam (Pb) adalah metal  kehitaman  yang  bersifat  racun  sistemik, keracuanan Pb akan menimbulkan gejala-gejala rasa logam di mulut, garis hitam pada gusi, anorexia, muntah-muntah, kolik, encephlitis, wrist drop, irritable, perubahan kepribadian, kelumpuhan dan kebutaan, basophilic stippling dari sel darah merah merupakan gejala patognomonis bagi keracunan Pb, gejala lain adalah berupa anemia dan albuminuria. Pb organik cenderung menyebabkan encepahlopathy, pada keracunan akut terjadi gejala mengines dan cerebral diikuti dengan stupor, koma dan kematian.(McKinney, Jammes. D. 1980 dalam Soemirat. 2004)
 E. CO2 atau Karbon Dioksida
Karbon dioksida(CO2) merupakan senyawa yang tidak beracun dari hasil pembakaran motor pada kondisi pembakaran yang baik akan dihasilkan CO2 yang tinggi (min 12% volume), peningkatan CO2 di atmosfer akan membawa dampak terhadap pemanasan global melalui efek rumah kaca, Menurut penelitian Intergovernmental Panel on Climate Change, emisi CO2 antropogenik / hasil kegiatan manusia total adalah 7,1 Giga ton karbon per tahum (Weller, 1989. Sumarwoto, 1992.  Robert, 1993;).
Sumbangan Indonesia pada emisi CO2 sedunia adalah sekitar 1,3%, dan sumbangan ini terus meningkat karena meningkatnya konsumsi energi menyusutnya luas lahan hutan dan kebakaran hutan, kadar CO2 dalam atmosfer pelan-pelan naik dari 280 ppm dalam periode praindustri yaitu sebelum tahun 1750 menjadi 358 ppm pada tahun 1994 (Soemarwoto, 2001 ), tingkat emisi gas rumah kaca cenderung meningkat dari waktu ke waktu akibat meningkatnya aktivitas manusia setelah era industri.
Apabila laju peningkatan emisi gas rumah kaca ini tidak diturunkan maka dikhawatirkan dalam waktu seratus tahun mendatang, konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer akan meningkat dua kali lipat dari konsentrasi saat ini serta dapat meningkatkan suhu udara global sampai 6,5 °C, peningkatan suhu global sebesar ini akan menyebabkan terganggunya kondisi iklim global dan aktivitas biologis di muka bumi (Boer, 2002 dalam Soemarno, 2006).
 F. SO2 atau Sulfur
Pembakaran bahan bakar, gas dan batubara mengandung sulfur tinggi, dan diperkirakan memberi kontribusi sebanyak sepertiga dari seluruh gas SO2 atmosfir pertahun, akan tetapi karena hampir seluruhnya berasal dari buangan industri dan kendaraan bermotor maka hal ini dianggap cukup gawat, apabila pembakaran bahan bakar fosil ini bertambah di kemudian hari, maka dalam waktu singkat sumber-sumber buatan ini akan dapat memproduksi lebih banyak SO2 dari pada sumber alamiah, didalam udara sulfur dioksida mengalami reaksi fotokimia dan berubah menjadi berbagai macam senyawa sebelum jatuh ke permukaan bumi, gas SO2 misalnya dapat teroksidasi menjadi –SO3 yang mempunyai sifat iritian yang lebih kuat daripada SO2.  Selain itu –SO3 ini bekerja sinergistik dengan SO2 yang selanjutnya baik SO2 mapun –SO3 dapat bereaksi dengan air dan menjadi asam sulfat yang merupakan iritan yang kuat, jumlah SO2 dalam udara sangat bervariasi dengan musim maupun dengan keadaan cuaca sehingga didapat varisasi yang tidak menentu (Soemirat, 2004).
Wakdbott dan George L (1973) dalam Soemirat (2004) menyatakan bahwa SO2 dikenal sebagai gas yang tidak berwarna bersifat iritan yang kuat bagi kulit dan lendir, pada konsentrasi 6 – 12 ppm SO2 mudah diserap oleh selapu lendir saluran pernapasan.
Selain berpengaruh terhadap kesehatan manusia sulfur dioksida(SO2) juga berpengaruh terhadap tanaman, hewan dan gedung-gedung yang mempunyai arti sejarah, patung-patung bernilai seni dapat rusak karena SO2 mudah menjadi H2SO4 yang bersifat korosif, demikian juga yang terjadi pada knalpot kendaraan seringkali terjadi korosi(keropos) yang tidak disadari oleh para pemilik kendaraan.

Cara memeriksa tekanan kompresi pada sepeda motor

CARA MEMERIKSA TEKANAN KOMPRESI PADA SEPEDA MOTOR

Pendahuluan
Besarnya tekanan kompresi sangat berpengaruh terhadap performa mesin, karena sebuah mesin dikatakan mempunyai performa yang baik, jika memenuhi tiga syarat utama yaitu : adanya campuran bahan bakar dan udara, pengapian dan tekanan kompresi yang cukup. Sehingga seorang teknisi yang bertugas merawat dan memperbaiki kendaraan (sepedamotor), harus mengetahui cara (langkah) yang benar dalam melakukan pemeriksaan tekanan kompresi pada sebuah mesin sepedamotor.

B.   Memeriksa Tekanan Kompresi mesin
1.    Keselamatan kerja :
•    Apabila menghidupkan mesin dengan menggunakan starter listrik, pastikan selama pengukuran tekanan kompresi dilakukan, kabel teganggan tinggi (kabel busi) di hubungkan dengan massa agar teganggan tinggi tidak mengalir ke tubuh anda
2.    Langkah kerja pemeriksaan :
•    Panaskan mesin sampai mencapai temperature kerja
•     Lepaskan kabel teganggan tinggi (kabel busi) dan hubungkan dengan massa  (gunakan penjepit / klem, agar hubungan cukup kuat dan tidak terlepas waktu proses menghidupkan mesin)
•    Lepaskan busi
•    Masukkan alat pengukur tekanan kompresi (compression tester) pada lubang busi
•    Putar handle gas sampai pada posisi terbuka penuh
•    Tekan tombol electric starter atau jika menggunakan starter manual, injak kick starter berulang-ulang sampai jarum pada alat ukur tekanan kompresi (compression tester) menunjukkan angka yang paling tinggi (Secara umum besarnya tekanan kompresi antara 8 sampai 13 bar)

 Gambar : Cara mengukur Tekanan Kompresi
  Catatan:  Untuk penggunaan elektrik starter (motor starter listrik) diusahakan agar baterai dalam kondisi terisi penuh, dan lamanya menekan tombol starter agar tidak lebih dari 8 detik, karena jika melebihi waktu tersebut dapat menyebabkan terbakarnya kumparan motor starter.



C.  Diagnosa hasil pengukuran tekanan kompresi
 1.   Apabila hasil pengukuran tekanan kompresi dibawah (kurang) dari spesifikasi, kemungkinan disebabkan oleh :
•    Celah katup terlalu rapat
•    Daun katup terbakar
•    Dudukan katup aus (tidak rata)
•    Paking kepala silinder rusak
•    Cincin torak aus
•    Torak aus dan dinding sililnder aus
2.  Apabila hasil pengukuran tekanan diatas spesifikasi, dapat disebabkan oleh
•    Terjadinya endapan arang (carbon) yang berlebihan pada puncak torak dan dinding ruang bakar


   D. Kesimpulan
1. Untuk memperoleh hasil pengukuran yang tepat (akurat) gunakan langkah-langkah pengukuran dengan benar.
2. Hasil Pengukuran yang tepat (akurat) dapat menjadi acuan bagi seorang teknisi untuk menentukan jenis tindakan perbaikan yang akan dilakukan.


Sumber :
•    Modul Pelatihan Teknik Sepeda motor – PPPPTK BOE malang
•    Technical Service Training. 2005. PT ASTRA INTERNATIONAL. Honda Sales Operation. Jakarta

Cara Belajar dan Mengukur AVO METER ANALOG

AVO METER ANALOG




KETERANGAN

1.      Indicator zero corrector
2.      Saklar pemilih batas ukur

3.      Terminal pengukur positif (+) (terminal penghubung Emiter Transistor untuk pengukuran Transistor)

4.      Terminal pengukur negatif (-) (terminal penghubung Collector Transistor untuk pengukuran Transistor)

5.      Terminal penghubung Base transistor untuk pengukuran Transistor

6.      OUTPUT terminal (Series capacitor terminal)

7.      Knob kalibrasi Ohmmeter

8.      Polarity revesal switch knob (± DC and W)

9.      Capacitor capacity measuring push button switch knob

10.  Jarum Penunjuk/Indikator

11.  Skala Ukur

12.  Lampu indikator kontinyuitas

13.  rumah bagian belakang


SKALA UKUR SANWA CX - 506

 


SKALA UKUR Sanwa YX-360TR

 

Penggunaan Avometer dalam bidang Otomotif besaran listrik yang paling sering diukur adalah Tegangan dan Tahanan artinya Voltmeter dan Ohmmeter yang sering dipakai, sebab untuk pengukuran dengan AMPERmeter batas ukurnya terlalu kecil untuk pengukuran arus dalam kelistrikan mobil.

Dalam teknik otomotif tegangan yang diukur adalah tegangan DC jadi selektor/saklar pemilih batas ukur diarahkan ke pengukuran DCVolt dengan batas ukur yang lebih tinggi dari tegangan akan diukur
Contoh: Tegangan yang akan diukur 12 V DC maka batas ukur yang dipilih 30 V dan atau 50 V
Contoh Pembacaan hasil pengukuran dengan menggunakan Avometer Sanwa YX-360TR:
Batas ukur tegangan pada Avometer tersebut adalah : 0,1 – 0,25 – 2,5 – 10 – 50 – 250 - 1000
1.      Bila batas ukur pada : 50 V
Skala ukur yang dibaca adalah : 0 – 10 – 20 – 30 – 40 – 50 (lihat gambar skala ukur Avometer Sanwa YX – 360 TR diatas)
Antara 0 – 10 terdapat 10 strip/bagian maka 1 strip/bagian = 10/10 = 1v
Jadi hasil pembacaan sesuai penunjukkan jarum adalah = 10 + (4 x 1)V = 14 Volt
2.      Bila menggunakan batas ukur 50 V kurang bisa baca dengan teliti maka batas ukurnya diturunkan pada batas ukur 10 V, maka skala ukur yang dibaca adalah: 0 – 2 – 4 – 6 – 8 – 10. Antara 0 – 2 terdapat 10 bagian/strip, maka 1 bagian = 2/10 = 0,2 Volt
Jadi hasil pembacaan sesuai penunjukkan jarum adalah = 2 + (4 x 0,2)=2,8 Volt
3.      Bila menggunakan batas ukur 10 V kurang bisa baca dengan teliti maka batas ukurnya diturunkan pada batas ukur 2,5 V, maka skala ukur yang dibaca adalah:
( 0 – 50 – 100 – 150 – 200 – 250 ) dimana skala ukur tersebut dibaca
(0 – 0,5 – 1,0 – 1,5 – 2,0 – 2,5 ) sehingga antara 0 – 0,5 terbagi 10 bagian, maka 1 bagian = 0,5/10 = 0,005 Volt
Jadi hasil pembacaan sesuai penunjukkan jarum adalah = 0,5 + (4 x 0,05) = 0,70 Volt
4.      Bila menggunakan batas ukur 2,5 V kurang bisa baca dengan teliti maka batas ukurnya diturunkan pada batas ukur 0,25 V, maka skala ukur yang dibaca adalah:
( 0 – 50 – 100 – 150 – 200 – 250 ) dimana skala ukur tersebut dibaca
(0 – 0,05 – 0,10 – 0,15 – 0,20 – 0,25 ) sehingga antara 0 – 0,05 terbagi 10 bagian, maka 1 bagian = 0,05/10 = 0,005  Volt
Jadi hasil pembacaan sesuai penunjukkan jarum adalah = 0,05 + (4 x 0,005) = 0,07 Volt
5.      Bila menggunakan batas ukur 0,25 V kurang bisa baca dengan teliti maka batas ukurnya diturunkan pada batas ukur 0,1 V, maka skala ukur yang dibaca adalah: 0 – 2 – 4 – 6 – 8 – 10. dimana skala tersebut dibaca 0 – 0,02 – 0,04 – 0,06 – 0,08 – 0,10
Antara 0 – 2 terdapat 10 bagian/strip, maka 1 bagian = 0,02/10 = 0,002 Volt



Jadi hasil pembacaan sesuai penunjukkan jarum adalah = 0,02 + (4 x 0,002) = 0,028 Volt
PERHATIAN !!!!!!
Bila akan mengukur tegangan AC PLN 1 phase dimana teganga PLN tersebut berkisar antara 200 – 380 VoltAC maka arahkan selektor batas ukur pada pengukuran ACV dengan batas ukur 250V dan 1000V
Skala ukur yang dibaca sama dengan skala pembacaan tegangan DCV. Jadi bila selektor batas ukur diarahkan ke pengukuran tegangan AC dengan batas ukur 250 Volt, maka skala ukur yang dibaca adalah : 0 – 50 – 100 – 150 – 200 – 250
Antara 0 – 50 terbagi menjadi 10 bagian maka 1 bagian = 5 Volt, sehingga hasil pembacaan voltmeter sesuai dengan penunjukkan jarum yaitu = 50 + (4 x 5) = 70 VoltAC
Demikian pula bila batas ukur 1000 VAC maka skala ukur yang dibaca adalah 0 – 2 – 4 – 6 – 8 – 10 dimana skala ukur tersebut dibaca 0 – 200 – 400 – 600 – 800 – 1000, antara 0 – 200 terbagi menjadi 10 bagian berarti 1 bagian/strip = 20 VAC, sehingga hasil pembacaan sesuai dengan penunjukkan jarum adalah
200 + ( 4 x 20 ) = 280 VAC

 

Cara pengukuran
  Pada saat pengukuran dimulai selalu dipilih daerah batas ukur yang paling besar
  Batas ukur OHMmeter adalah x100K – x1K – x10 – 1x artinya hasil pembacaan dikalikan dengan batas ukur
  Skala ukur yang dibaca adalah skala ukur yang paling atas atau skala di atas garis cermin
  Jika selektor dipindah (diputar) ke daerah batas ukur lain, maka ohmmeter harus dikalibrasi kembali pada kedudukan nol
  PERHATIAN!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
Ohmmeter tidak boleh bersinggungan dengan tegangan luar
Pembacaan skala ukur: (Avometer Sanwa YX-360TR)
0 – 1 – 2 – 3 – 5 – 10 – 20 – 30 – 50 – 100 – 200 – 500 – 1k 
0 – 1 terbagi menjadi 10 bagian jadi satu bagian = 0,1
1 – 2, 2 – 3 terbagi menjadi 5 bagian jadi satu bagian = 1
5 – 10 terbagi menjadi 10 bagian jadi satu bagian = 0,5
10 – 20 terbagi menjadi 10 bagian jadi satu bagian = 1
20 – 30 terbagi menjadi 5 bagian jadi satu bagian = 2
30 – 50 terbagi menjadi 4 bagian jadi satu bagian = 5
50 – 100 terbagi menjadi 5 bagian jadi satu bagian = 10
100 – 200 terbagi menjadi 5 bagian jadi satu bagian = 20
dan seterusnya


Blog Archive